Tragedi Berdarah Tak Bai, “Pembantaian Keji Umat Muslim Melayu Patani di Thailand Selatan”

- Redaksi

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 17:20 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pada 25 Oktober 2004, terjadi Tragedi Berdarah Tak Bai, sebuah pembantaian keji terhadap umat Muslim Melayu Patani di Thailand Selatan.

Peristiwa bermula ketika masyarakat melakukan aksi damai di luar kantor polisi Tak Bai, Narathiwat, untuk menuntut pembebasan enam warga sipil yang ditangkap atas tuduhan penyelundupan senjata. Aparat keamanan merespons demonstrasi ini dengan kekerasan brutal. Mereka melepaskan tembakan dan gas air mata, yang mengakibatkan tujuh orang pengunjuk rasa tewas di tempat kejadian.

Yang lebih mengerikan, lebih dari 1.300 orang ditangkap. Para demonstran dipukul, ditendang, dipaksa menanggalkan pakaian, dan dinaikkan ke atas truk militer dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi. tangan terikat di belakang, berbaring telungkup, dan ditumpuk satu sama lain seperti barang.

Penyangkalan dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Selama perjalanan darat yang memakan waktu sekitar lima jam menuju kamp militer di Patani dalam keadaan sesak, tanpa makanan, dan minuman sebanyak 78 warga Muslim Patani meninggal dunia.

Pemerintah Thailand saat itu, di bawah Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, memberikan tanggapan yang sangat kontroversial dan menyakitkan bagi keluarga korban. Mereka mengklaim bahwa 78 korban tewas akibat “mati lemas” atau “sesak napas” karena kondisi truk yang terlalu padat, dan bahkan secara terang-terangan menuding bahwa korban “sudahpun lemah akibat berpuasa selama bulan Ramadan,” sebuah pernyataan yang dinilai sebagai upaya untuk menyangkal tanggung jawab aparat.

Tragedi ini merupakan puncak dari serangkaian kebijakan diskriminatif dan rasis yang diterapkan oleh pemerintah Thailand terhadap warga Melayu Muslim Patani. Mereka adalah kelompok minoritas yang terus berjuang untuk mempertahankan identitas, agama, dan budaya mereka. Hak-hak mereka untuk mengajarkan Pelajaran Agama Islam dan Bahasa Melayu di sekolah-sekolah telah dibelenggu oleh kebijakan “Siamisasi” yang mencoba menyamakan mereka dengan etnis Thai.

Baca juga:  Dua Mahasiswa dan Satu Alumni UIN RIL Wakili Lampung di Ajang Calon Dai Muda Nasional 2025

Ketika mereka menyuarakan kritik dan memperjuangkan hak asasi, yang mereka terima justru adalah kekerasan yang biadab. Keadilan yang Kandas. Batas Waktu Penuntutan Berakhir Hampir 20 tahun berlalu, keadilan bagi korban dan keluarga Tragedi Tak Bai masih menjadi angan-angan. Para eksekutor dan komandan yang bertanggung jawab tidak pernah diseret ke depan palu hakim.

Pada 25 Oktober 2024 Kemarin, statuta pembatasan waktu penuntutan pidana atas kasus ini telah berakhir (20 tahun setelah kejadian). Meskipun baru-baru ini Kejaksaan Agung Thailand telah memutuskan untuk mendakwa beberapa petugas militer dan sipil, batas waktu hukum ini telah menimbulkan keraguan besar di kalangan pengacara dan kelompok HAM bahwa para terdakwa akan benar-benar diadili. Bahkan, ada permintaan agar pemerintah mengeluarkan dekret untuk memperpanjang batas waktu, namun permintaan tersebut berisiko melanggar Konstitusi, menjadikannya jalan yang sangat sulit.

Baca juga:  Menteri ATR/BPN Desak Validasi Ulang, 462 Ribu Sertifikat Tanah di Lampung Rentan Konflik

Apa yang dialami saudara-saudara kita warga Patani adalah bentuk penindasan yang luar biasa. Hilangnya batas waktu penuntutan ini adalah bentuk kegagalan sistem hukum dan ketidakadilan yang abadi, yang menambah luka dalam konflik di Thailand Selatan. Kami mengajak teman-teman semua untuk bersolidaritas atas dasar kemanusiaan. Mari kita terus menyuarakan tragedi ini dan menuntut pertanggungjawaban dari para pelaku.

TUNAS, 24 Oktober 2025

Berita Terkait

Bupati Mesuji Resmi Tutup Acara Pelatihan KDMP Angkatan Pertama
Berita Tanggul Way Ratai Ambrol, BPBD Lampung Sebut Kabar Itu Hoax dan Fitnah
Partinia Minta Guru Paud Lampung Barat Utamakan Pendidikan Moral dan Etika
Diberitakan Semrawut, Begini Respon Prof. Safari Soal PKL Disekitar UIN Lampung
Korban Penganiayaan di SPBU Mesuji Masih Terbaring Di RS
Dugaan Kepala Desa Langgar Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, Masyarakat Sabangi LBH dan PERS
Karang Taruna Kabupaten Lampung Selatan Gelar Jalan Sehat dan Cek Kesehatan Gratis
Sendratari Tuping Khua Belas Pundak Angkat Semangat Kepahlawanan Raden Inten
Berita ini 19 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 4 November 2025 - 09:44 WIB

BANJIR KEMBALI TERJADI DI BANDAR LAMPUNG : KEBIJAKAN PEMBANGUNAN  TAK SEJALAN DENGAN PRINSIP BERKELANJUTAN

Selasa, 28 Oktober 2025 - 21:56 WIB

Dugaan Korupsi Sistematis di BPBD Provinsi Lampung “Akankah Kejati Mengusut..???”

Rabu, 17 September 2025 - 08:43 WIB

Banjir di Pemda Pesibar Bukan Bencana Alam Biasa, “Kegagalan AMDAL Yang Berujung Bencana”

Jumat, 5 September 2025 - 22:54 WIB

Antara Retorika dan Realitas Kemiskinan Ditengah Ketimpangan

Rabu, 3 September 2025 - 06:29 WIB

Reformasi Total BNN Lampung Solusi Pemberantasan Narkoba di Lampung

Minggu, 31 Agustus 2025 - 20:00 WIB

Demokrasi Indonesia di Ujung Tanduk: Saatnya Reformasi Total

Minggu, 31 Agustus 2025 - 18:01 WIB

REMAPPING – Demonstrasi Sebagai Jalan Yang Dijamin Undang-undang

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 16:44 WIB

“Ahmad Sahroni” Simbol Cermin Retak Bagi Seluruh Pejabat

Berita Terbaru

PENDIDIKAN

DPD AGPAII Kota Bandar Lampung Gelar Sosialisasi PAI FAIR 2025

Kamis, 6 Nov 2025 - 15:26 WIB