Pasar Tematik Lumbok Seminung, sebagai destinasi wisata yang ramai dikunjungi, seharusnya menghasilkan retribusi yang tidak sedikit. Setiap pengunjung yang datang, setiap transaksi yang terjadi, dan setiap aktivitas ekonomi di lokasi tersebut mestinya memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan PAD Kabupaten Lampung Barat.
Namun, pertanyaan mendasar yang mencuat adalah yakni ke mana perginya uang retribusi tersebut selama ini? Mengapa tidak ada transparansi dalam pelaporan pendapatan dari objek wisata ini? Dan yang paling mengkhawatirkan, mengapa dugaan pengalihan dana retribusi ke kantong pribadi pejabat Eselon II A itu justru dibiarkan tanpa tindakan tegas?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dugaan keterlibatan pejabat tinggi pratama Eselon II A dalam kasus ini menambah keprihatinan mendalam. Posisi strategis yang seharusnya digunakan untuk melayani kepentingan publik dan memajukan daerah, justru diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Pejabat dengan level eselon tersebut memiliki akses dan kewenangan yang luas dalam pengelolaan aset daerah. Ketika akses ini disalahgunakan, dampaknya tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga mengkhianati amanah rakyat yang telah mempercayakan pengelolaan sumber daya publik kepada mereka.
Yang lebih memprihatinkan adalah sikap pasif Inspektorat Kabupaten Lampung Barat dan Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap dugaan penyimpangan ini. Inspektorat, sebagai organ pengawasan internal pemerintah daerah, seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan mencegah terjadinya penyimpangan keuangan daerah.
Inspektorat Kabupaten Lampung Barat tampak “Buta” terhadap anomali yang begitu jelas di depan mata. Tidak adanya audit mendalam, tidak adanya investigasi komprehensif, dan tidak adanya tindakan korektif menunjukkan bahwa fungsi pengawasan internal telah mengalami disfungsi total.
Pertanyaan yang mencuat adalah, apakah Inspektorat memang tidak mengetahui adanya penyimpangan ini, ataukah mereka sengaja menutup mata karena ada tekanan atau kepentingan tertentu? Kedua kemungkinan ini sama-sama mengkhawatirkan dan menunjukkan kegagalan sistem pengawasan internal.
Sementara, keterangan dari Mat Sukri selaku Plt. inspektur Inspektorat Lampung Barat mengatakan bahwa persoalan tersebut telah di disposisikan kepada Inspektur Pembantu (Irban) V Inspektorat Lampung Barat Puguh Sugandi, untuk dipelajari terlebih dahulu.
Namun sayangnya, hal tersebut Mencuat lantaran NGO Front Aksi Anti Gratifikasi (FAGAS) Lampung mengkritisi tentang pengelolaan keuangan (Retribusi) Pasar Tematik Lumbok Seminung itu.
Aparat Penegak Hukum, yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menegakkan keadilan, justru menunjukkan sikap yang tidak proaktif. Dugaan korupsi retribusi yang merugikan keuangan negara seharusnya menjadi prioritas penanganan, namun kenyataannya justru sebaliknya.
Kepassifan APH ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen mereka dalam memberantas korupsi di tingkat daerah. Apakah ada intervensi politik? Apakah ada tekanan dari pihak-pihak tertentu? Atau apakah memang ada ketidakmampuan dalam mengungkap kasus ini?
Penyimpangan pengelolaan retribusi wisata ini bukan sekadar masalah administratif belaka, tetapi memiliki dampak yang sangat luas dan merugikan.
1. Kerugian Finansial Daerah
PAD yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan program-program kesejahteraan rakyat, justru menguap tanpa jejak. Kerugian ini pada akhirnya harus ditanggung oleh seluruh masyarakat Lampung Barat.
2. Degradasi Kepercayaan Publik
Ketika pejabat publik diduga terlibat korupsi dan tidak ada tindakan tegas dari aparat pengawas, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin terkikis. Hal ini akan berdampak pada legitimasi pemerintahan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
3. Efek Domino Pada Sektor Pariwisata
Ketidakjelasan pengelolaan keuangan wisata akan berdampak pada pengembangan sektor pariwisata secara keseluruhan. Investor akan ragu untuk berinvestasi, dan potensi wisata daerah menjadi tidak optimal.
Situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan yang konkret dan tegas. Beberapa langkah yang perlu segera dilakukan antara lain:
1. Audit Forensik Komprehensif
Perlu dilakukan audit forensik yang mendalam dan independen terhadap seluruh alur keuangan Wisata Pasar Tematik Lumbok Seminung sejak dibuka hingga saat ini. Audit ini harus melibatkan auditor eksternal yang tidak memiliki konflik kepentingan.
2. Investigasi Menyeluruh
APH harus segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan penyimpangan ini. Tidak boleh ada lagi sikap wait and see atau menunggu laporan dari masyarakat. Inisiatif harus datang dari APH sendiri.
3. Reformasi Sistem Pengawasan
Inspektorat Kabupaten Lampung Barat harus melakukan reformasi total dalam sistem pengawasannya. Perlu ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan akuntabel.
4. Transparansi Keuangan
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat harus mulai menerapkan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya yang berkaitan dengan retribusi dari objek-objek wisata.
Kasus dugaan penyimpangan retribusi Wisata Pasar Tematik Lumbok Seminung ini adalah ujian besar bagi komitmen Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam menegakkan good governance. Tidak ada alasan untuk membiarkan dugaan penyimpangan ini berlanjut tanpa ada tindakan tegas.
Rakyat Lampung Barat berhak mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas, pembangunan yang merata, dan pemerintahan yang bersih. Semua itu hanya bisa terwujud jika ada political will yang kuat dari pimpinan daerah untuk memberantas korupsi dan menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Sudah saatnya semua pihak bertanggung jawab: pejabat yang diduga terlibat harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Inspektorat harus menjalankan fungsinya dengan optimal, APH harus bekerja secara profesional, dan masyarakat harus terus mengawasi dan menuntut transparansi.
Jika tidak ada perubahan signifikan dalam waktu dekat, maka kasus ini akan menjadi preseden buruk yang mengundang penyimpangan-penyimpangan serupa di masa depan. Dan pada akhirnya, yang paling dirugikan adalah rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepada para pejabat untuk mengelola amanah publik dengan sebaik-baiknya.
Penulis : Jayana Rifaldy