Menurutnya, kekerasan tersebut tidak hanya terjadi pada kasus yang terdata secara resmi, tetapi juga banyak yang tidak dilaporkan.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak memang banyak kita temui, baik yang terdata maupun yang tidak. Itu pasti ada, karena beberapa laporan juga masuk melalui media sosial seperti Instagram,” ujarnya saat dimintai keterangan, Jumat (10/10/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sasa berharap Pemerintah Provinsi Lampung lebih aktif memberikan pendampingan kepada para korban. Pasalnya, dampak kekerasan seksual tidak hanya menyentuh sisi psikologis, tetapi juga fisik dan kesehatan korban.
“Dampak kekerasan seksual bukan hanya pada psikologis korban, tetapi juga fisik. Jika kekerasan seksual menyebabkan infeksi menular seksual (IMS), maka dampaknya bisa berlanjut pada kesehatan reproduksi,” jelasnya.
“Apalagi jika pelaku sering berganti pasangan, ini berisiko tinggi terhadap IMS dan kehamilan yang tidak diinginkan. Dampaknya kemudian bisa berlanjut pada kondisi ekonomi korban,” tambahnya.
Sasa menegaskan pentingnya kolaborasi antara Komisi V DPRD Lampung dan Pemerintah Provinsi Lampung dalam mengawal setiap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta memastikan pendampingan psikologis dan hukum berjalan maksimal.
“Kami berharap Komisi V bersama Pemprov Lampung dapat ikut serta dalam mendampingi korban, mengawal setiap kasusnya, dan membantu agar kondisi psikologis korban bisa segera pulih,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa pelaku kekerasan sering kali merupakan orang terdekat korban. Kondisi ini menuntut masyarakat untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam menjaga anak-anak.
“Pelaku biasanya orang terdekat, dan kadang kita sulit percaya. Masa iya begitu? Kadang paman, bahkan ayah sambung bisa menjadi pelaku. Karena itu, sebagai perempuan dan juga orang tua, kita harus hati-hati, mawas diri, dan jangan mudah percaya terhadap orang lain,” tegasnya.
Selain di lingkungan keluarga, Sasa juga menyebut bahwa kekerasan bisa terjadi di lingkungan sekolah.
Ia berpesan kepada para orang tua agar tidak langsung menyalahkan anak jika menjadi korban, melainkan mendengarkan dan mendampingi dengan empati.
“Jika ada korban seperti itu, jangan langsung marahi anaknya atau menyalahkan korban. Kita harus mendengarkan terlebih dahulu dan pelaku harus diproses sesuai hukum agar ada efek jera,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI mencatat, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung sejak 1 Januari hingga 9 Oktober 2025 sebanyak 611 kasus dengan jumlah korban 660 orang.
Berdasarkan data dari aplikasi SIMFONI-PPA yang dikutip Kamis (9/10/2025), kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut tersebar di 15 kabupaten/kota.
Kabupaten/kota dengan kasus terbanyak adalah Bandar Lampung dengan 173 kasus, disusul Lampung Selatan 65 kasus, Metro 61 kasus, Tulang Bawang Barat 44 kasus, Lampung Timur 38 kasus, Lampung Utara 29 kasus.
Selanjutnya, Tanggamus dan Tulang Bawang masing-masing 28 kasus, Lampung Tengah 27 kasus, Pesawaran 25 kasus, Mesuji 24 kasus, Pringsewu 22 kasus, Way Kanan 20 kasus, Pesisir Barat 17 kasus, dan Lampung Barat 7 kasus.