Nusron wahid mendesak agar dilakukan validasi ulang untuk mencegah sengketa di kemudian hari dan menekankan bahwa sertifikat lama, khususnya jenis KW456 yang luasnya mencapai 478.829 hektare di Lampung, menjadi sumber potensi masalah. “Sertifikat jenis ini rentan konflik karena tidak disertai peta kadastral,” ujarnya.
Ia menambahkan, kerawanan ini sering kali muncul ke permukaan ketika ada pembangunan proyek strategis nasional. “Ketika ada proyek strategis nasional seperti jalan tol, bendungan, atau pabrik, sering muncul konflik kepemilikan tanah wakaf dan tempat ibadah,” jelas Nusron.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejalan dengan itu, Kepala Kanwil BPN Lampung, Hasan Basri, memaparkan data terkini terkait pertanahan Lampung. Menurutnya, tantangan yang dihadapi masih signifikan.“Sampai hari ini, Provinsi Lampung menyisakan jangkauan area penggunaan lain yang belum terpetakan seluas 853.442 hektare atau setara dengan 716.185 bidang,” ujarnya.
Selain itu, ia mencatat masih ada 25.512 bidang tanah wakaf yang belum bersertifikat. Hasan Basri menegaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan tanggung jawab pemerintah, “tetapi tidak akan berhasil tanpa kolaborasi semua pihak.” tegasnya.
Potensi tumpang tindih kepemilikan akibat sertifikat lama menjadi salah satu yang harus segera ditangani. Pemutakhiran data dan peta menjadi langkah krusial untuk menghindari konflik agraria di masa depan.
Dalam kegiatan tersebut, dilakukan pula penyerahan simbolis sertifikat tanah hak milik, wakaf, dan aset instansi kepada perwakilan PWNU, Muhammadiyah, dan lembaga pemerintah. Meski langkah ini menjadi simbol komitmen, pemerintah masih dihadapkan pada tantangan besar dalam mewujudkan tata kelola agraria yang adil dan bebas konflik di Lampung. (**)