Kritik dan Otokritik PMII: Refleksi di Tengah Dinamika Zaman
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan yang telah berusia lebih dari lima dekade, kini menghadapi tantangan kompleks di era digital dan perubahan sosial yang begitu cepat. Momentum ini menuntut organisasi untuk melakukan evaluasi mendalam, baik dari sisi internal maupun eksternal.
Kritik Eksternal: Relevansi di Era Digital
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PMII perlu mengkritisi sejauh mana organisasi mampu beradaptasi dengan dinamika generasi Z yang lebih terkoneksi secara digital namun paradoksnya sering kali terfragmentasi secara ideologis. Kritik yang sering muncul adalah soal metode dakwah dan perjuangan yang masih konvensional, sementara isu-isu kontemporer seperti krisis iklim, kesenjangan digital, dan polarisasi politik membutuhkan pendekatan yang lebih inovatif dan inklusif.
Selain itu, PMII juga perlu mengkaji ulang posisinya dalam lanskap politik nasional. Apakah organisasi masih mampu menjadi agen perubahan yang independen, atau justru terjebak dalam pragmatisme politik praktis yang mengaburkan idealisme perjuangan?
Otokritik Internal: Kaderisasi dan Konsistensi
Secara internal, PMII perlu melakukan otokritik terhadap sistem kaderisasi yang mungkin belum optimal dalam mencetak pemimpin masa depan. Pertanyaan kritis yang harus dijawab: apakah kader-kader PMII sudah cukup dibekali dengan kemampuan berpikir kritis, tidak hanya terhadap isu-isu keislaman, tetapi juga terhadap kompleksitas permasalahan sosial kontemporer?
Konsistensi antara nilai-nilai yang diajarkan dengan praksis organisasi juga menjadi catatan penting. PMII yang mengusung semangat keadilan sosial dan pemberdayaan rakyat harus terus mengevaluasi apakah gerakan-gerakan yang dilakukan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat kecil, atau justru terjebak dalam kepentingan elit tertentu.
Tantangan dan Peluang
Di tengah tantangan ini, PMII sebenarnya memiliki modal sosial yang kuat: jaringan nasional yang luas, tradisi intelektual yang kaya, dan basis massa yang loyal. Namun, modal ini akan menjadi sia-sia jika tidak diiringi dengan transformasi organisasi yang progresif.
PMII perlu berani melakukan terobosan, seperti mengintegrasikan teknologi dalam sistem dakwah dan perjuangan, membangun dialog lintas generasi yang lebih intensif, serta memperkuat kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk yang berada di luar mainstream Islam.
Rekomendasi Strategis
Pertama, PMII perlu memperkuat literasi digital dan media sosial untuk menjangkau generasi muda yang lebih luas. Kedua, organisasi harus berani mengambil posisi tegas terhadap isu-isu kontroversial dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keislaman yang moderat dan inklusif. Ketiga, sistem kaderisasi perlu direformasi dengan memasukkan kurikulum yang lebih kontekstual dan relevan dengan tantangan zaman.
PMII memiliki potensi besar untuk tetap menjadi kekuatan progresif dalam pergerakan mahasiswa Indonesia. Namun, hal ini hanya dapat terwujud jika organisasi berani melakukan introspeksi mendalam dan transformasi yang menyeluruh, tanpa kehilangan jati diri sebagai gerakan Islam yang moderat dan nasionalis.