Aksi swadaya warga di Desa Seranggas, kelurahan pasar liwa Kecamatan Balik Bukit, kembali menyita perhatian publik, karena di tengah kondisi jalan penghubung Liwa-Hanakau yang putus, warga setempat nekat menimbun badan jalan menggunakan karung berisi tanah agar kendaraan roda dua tetap dapat melintas.
Aksi gotong royong tersebut berlangsung sejak awal Oktober 2025. Warga bahu-membahu memperbaiki jalan karena akses utama menuju pusat kegiatan ekonomi dan pendidikan terputus total.
“Kalau tidak gotong royong, kami terisolasi. Ini satu-satunya jalan anak-anak ke sekolah dan warga ke tempat kerja,” ujar Edi, warga Seranggas, Rabu (29/10).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi kondisi tersebut, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lampung Barat akhirnya angkat bicara. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas PUPR Lampung Barat , Mia Miranda, mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah langkah teknis untuk menanggulangi kerusakan jalan yang terjadi sejak pertengahan September 2025.
“Kami terus melakukan normalisasi terhadap aliran sungai, termasuk mengangkat gorong-gorong yang rusak agar aliran air kembali lancar. Selain itu, kami juga memperbaiki bidang longsoran dengan alat berat untuk mencegah longsor susulan,” kata Mia saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (30/10/2025).
Ia menjelaskan, longsor pertama terjadi pada 19 September, disusul longsor kedua pada 30 September yang memperparah kerusakan jalan.
Menurut Mia, fokus utama saat ini ialah memastikan warga tetap memiliki akses sementara sambil menyiapkan pembangunan jembatan darurat.
“Kami sedang menyiapkan jembatan sementara berbahan rangka baja. Insya Allah dalam waktu dekat akan kami tangani karena bahan dan peralatannya sudah dimobilisasi ke lokasi,” ujarnya.
Selain penanganan darurat, Dinas PUPR juga telah memulai penyelidikan tanah untuk perencanaan pembangunan permanen agar akses jalan kembali normal dan aman digunakan.
“Kami juga sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Lampung dan Kementerian PUPR guna mendapatkan dukungan, karena anggaran yang dibutuhkan cukup besar,” tambahnya.
Mia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas terganggunya aktivitas akibat bencana tersebut. Ia juga mengapresiasi partisipasi warga yang secara swadaya membangun jalan darurat.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, kami memohon maaf atas ketidaknyamanan ini dan berterima kasih atas dukungan masyarakat yang telah membuat jalan sementara,” ucapnya.
Namun, sebagian warga menilai respons pemerintah daerah masih lambat. Mereka menyinggung janji pembangunan jembatan darurat dalam waktu 14 hari yang hingga kini belum juga terealisasi.
“Janji itu cuma diucapkan di depan
kamera. Kami di lapangan tidak melihat apa-apa,” ujar salah satu warga.
Menurut warga lainnya, aksi swadaya tersebut merupakan bentuk protes halus terhadap lambannya penanganan dari pemerintah daerah.
“Kalau kami terus swadaya, lalu di mana peran pemerintah? Kami ini rakyat kecil, tapi justru harus menanggung beban perbaikan jalan,” kata seorang warga.
Warga juga menyoroti visi pembangunan daerah ‘Lampung Barat Hebat dan Setia Menuju Indonesia Emas 2045’ yang dinilai belum tercermin dalam kondisi infrastruktur di lapangan.
“Kalau hal mendasar seperti jalan saja tidak bisa ditangani, bagaimana mau bicara pembangunan besar?” sindir Rasidi, warga setempat.
Masyarakat berharap pemerintah daerah segera menindaklanjuti penanganan jalan putus tersebut karena menjadi jalur vital bagi mobilitas, ekonomi, dan pendidikan.
“Kami hanya minta pemerintah jangan tutup mata. Ini bukan persoalan kecil, karena jalan ini nyawa bagi warga desa,” pungkas Edi.
Warga berharap pemerintah tidak hanya memberi janji, tetapi menghadirkan langkah nyata di lapangan. Gotong royong memang menjadi simbol kebersamaan, namun tanggung jawab utama perbaikan infrastruktur tetap berada di tangan pemerintah. (Aldi)








