Krisis Budaya Literasi di Kampus – “Salah Zaman Atau Sistem ???”

- Redaksi

Minggu, 10 Agustus 2025 - 12:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Krisis Literasi di Kampus: Ketika Mahasiswa Kehilangan Esensi Intelektualnya

Fenomena memudarnya budaya membaca, menulis, dan berdiskusi di kalangan mahasiswa Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Generasi yang seharusnya menjadi ujung tombak intelektual bangsa kini terperangkap dalam pragmatisme sempit yang mengikis fondasi akademik mereka.

Membaca: Dari Buku Tebal ke Caption Singkat

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mahasiswa hari ini lebih nyaman mengonsumsi informasi dalam bentuk ringkasan, video pendek, atau infografis ketimbang mendalami teks utuh. Mereka mengira bahwa membaca abstrak jurnal sudah cukup untuk memahami kompleksitas sebuah penelitian, atau mengandalkan review YouTube untuk “memahami” karya sastra klasik. Budaya instan ini menciptakan pemahaman yang dangkal dan fragmentaris, jauh dari kedalaman analitis yang dibutuhkan seorang sarjana.

Ironisnya, akses terhadap sumber bacaan justru semakin mudah dengan digitalisasi perpustakaan dan jurnal online. Namun kemudahan ini tidak diimbangi dengan motivasi untuk membaca secara mendalam. Mahasiswa lebih memilih shortcut daripada menikmati proses pembelajaran yang sesungguhnya.

Baca juga:  Rektor UIN RIL Serahkan Sertifikat Halal Bersama BPJPH dan Gubernur, Dorong Lampung Jadi Sentra Produk Halal

Menulis: Kehilangan Suara Intelektual

Keterampilan menulis mahasiswa juga mengalami degradasi serius. Mereka terbiasa berkomunikasi dengan bahasa kasual media sosial hingga kesulitan menyusun argumen akademik yang koheren. Tulisan-tulisan mereka cenderung repetitif, minim analisis kritis, dan seringkali hanya menjadi kompilasi copypaste dari berbagai sumber tanpa sintesis yang bermakna.

Budaya plagiarisme yang mengakar memperburuk situasi ini. Mahasiswa lebih fokus pada hasil instan ketimbang proses berpikir yang menghasilkan karya orisinal. Mereka lupa bahwa menulis adalah proses pembelajaran itu sendiri, bukan sekadar formalitas akademik.

Berdiskusi: Monolog di Era Dialog

Ruang diskusi yang seharusnya menjadi laboratorium pemikiran kini berubah menjadi ajang adu argumen tanpa substansi. Mahasiswa enggan mendengarkan perspektif berbeda, lebih suka echo chamber yang mengkonfirmasi bias mereka. Diskusi akademik yang berkualitas membutuhkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, mengakui keterbatasan argumen sendiri, dan membangun pemikiran secara kolektif – semua ini tampak menghilang.

Baca juga:  Wulan Mirza Kunjungi Bocah Penderita Gizi Buruk di Natar: “Kita Dampingi Sampai Sembuh”

Media sosial memperburuk kondisi ini dengan menciptakan ilusi bahwa like dan share adalah indikator validitas argumen. Kompleksitas isu-isu sosial direduksi menjadi statement hitam-putih yang mudah dicerna massa.

Dampak Sistemik: Melemahnya Fungsi Universitas

Krisis ini bukan sekadar masalah individual, tetapi mengancam fungsi universitas sebagai pusat pencerahan. Bagaimana universitas bisa melahirkan pemimpin yang visioner, peneliti yang inovatif, atau intelektual yang kritis jika mahasiswanya tidak memiliki fondasi literasi yang solid?

Dosen pun terjebak dalam dilema: menurunkan standar demi mengakomodasi kemampuan mahasiswa, atau mempertahankan standar tinggi dengan risiko tingginya tingkat kegagalan. Banyak yang memilih jalan tengah yang justru merugikan semua pihak.

Baca juga:  Dosen UIN RIL Peroleh Research Fellowship di Imam Bukhari International Scientific Research Center Uzbekistan

Refleksi Kritis: Tanggung Jawab Bersama

Tentu saja, fenomena ini tidak terjadi dalam vakum. Sistem pendidikan yang menekankan hafalan daripada pemahaman, tekanan ekonomi yang memaksa mahasiswa bekerja sambil kuliah, dan budaya konsumtif yang mengutamakan gratifikasi instan semuanya berkontribusi pada krisis ini.

Namun, mahasiswa sebagai subjek dewasa tidak bisa sepenuhnya lepas dari tanggung jawab. Mereka memiliki agency untuk memilih apakah akan menjadi konsumen pasif atau intelektual aktif yang berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Universitas perlu kembali menegaskan misinya sebagai institusi pembelajaran, bukan sekadar pencetak ijazah. Mahasiswa pun harus menyadari bahwa gelar tanpa kemampuan berpikir kritis hanyalah kertas kosong di era yang menuntut adaptabilitas dan inovasi berkelanjutan.

Masa depan bangsa bergantung pada kemampuan generasi mudanya untuk berpikir mendalam, bukan sekadar mereaksi secara reaktif terhadap perubahan zaman.

Berita Terkait

Kekerasan Seksual di Lampung Melonjak, KOPRI PKC PMII Lampung Soroti Lemahnya Sistem Perlindungan
AGPAII Kota Bandar Lampung Raih Prestasi Membanggakan Dalam Pentas PAI Provinsi Lampung
Delegasi AGPAII Kota Bandar Lampung Raih Prestasi Membanggakan
Bawaslu Way Kanan Ikuti Pembinaan PPPK Bawaslu se-Provinsi Lampung
Rapat Pleno Triwulan III Bersama KPU, Bawaslu Way Kanan Sampaikan Beberapa Masukan
Komitmen Wujudkan Pemilu Berkualitas, Bawaslu Way Kanan Gelar Rakor Libatkan Mitra Kelembagaan
Bazar UMKM 2025 Digelar Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia Merah Putih, Dorong Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Aspirasi Petani Singkong Lampung Didengar, Presiden Instruksikan Lartas Impor Tapioka
Berita ini 28 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 10 Oktober 2025 - 02:44 WIB

Kekerasan Seksual di Lampung Melonjak, KOPRI PKC PMII Lampung Soroti Lemahnya Sistem Perlindungan

Minggu, 5 Oktober 2025 - 11:23 WIB

AGPAII Kota Bandar Lampung Raih Prestasi Membanggakan Dalam Pentas PAI Provinsi Lampung

Kamis, 2 Oktober 2025 - 13:20 WIB

Bawaslu Way Kanan Ikuti Pembinaan PPPK Bawaslu se-Provinsi Lampung

Kamis, 2 Oktober 2025 - 13:15 WIB

Rapat Pleno Triwulan III Bersama KPU, Bawaslu Way Kanan Sampaikan Beberapa Masukan

Selasa, 23 September 2025 - 12:14 WIB

Komitmen Wujudkan Pemilu Berkualitas, Bawaslu Way Kanan Gelar Rakor Libatkan Mitra Kelembagaan

Minggu, 21 September 2025 - 06:51 WIB

Bazar UMKM 2025 Digelar Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia Merah Putih, Dorong Penguatan Ekonomi Kerakyatan

Sabtu, 20 September 2025 - 06:06 WIB

Aspirasi Petani Singkong Lampung Didengar, Presiden Instruksikan Lartas Impor Tapioka

Rabu, 17 September 2025 - 15:06 WIB

Turun Gunung, Anggota DPR RI Aprozi Alam Bantu Korban Banjir Bandang di Suoh Lampung Barat

Berita Terbaru