Bandar Lampung, – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Lampung menyatakan kecaman keras terhadap merebaknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Provinsi Lampung. Data aplikasi SIMFONI-PPA mencatat 611 kasus kekerasan dengan 660 korban sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober 2025.
“Angka ini sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan masih banyak celah serius dalam sistem perlindungan, pencegahan, dan penanganan kekerasan di Lampung,” tegas Diah Putri Rahmadani, Ketua KOPRI PKC PMII Lampung, dalam pernyataan sikapnya, Jumat (10/10/2025).
Dari total 660 korban, sebanyak 477 orang merupakan anak di bawah umur dan 183 korban dewasa. Diah menyoroti fakta bahwa sebagian besar pelaku justru merupakan orang terdekat korban, yang semakin memperparah kondisi psikologis para korban.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan sebaran wilayah di 15 kabupaten/kota se-Lampung, Kota Bandar Lampung mencatat kasus tertinggi dengan 173 kasus, disusul Lampung Selatan (65 kasus) dan Kota Metro (61 kasus). Kekerasan seksual mendominasi jenis kekerasan yang dilaporkan dengan 395 kasus.
Yang lebih mengkhawatirkan, dari ratusan kasus tersebut, baru 15 kasus yang memasuki proses penegakan hukum.
“Ini menunjukkan keterlambatan serius dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Lampung,” ungkap Diah.
KOPRI PKC PMII Lampung mendesak pemerintah untuk segera memperkuat sistem penanganan dan penegakan hukum agar setiap laporan kekerasan dapat diproses secara transparan, cepat, dan adil. Organisasi ini juga menekankan pentingnya pendampingan dan pencegahan masif, termasuk edukasi kepada remaja dan masyarakat umum.
“Kami berkomitmen penuh mendukung segala upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lampung. KOPRI siap menjadi media pelatihan, sosialisasi, dan menjalin kerja sama lintas sektor untuk memperkuat perlindungan korban,” pungkas Diah.
KOPRI PKC PMII Lampung juga mendorong lahirnya kebijakan pemerintah yang berpihak pada korban dan responsif terhadap penanganan kasus kekerasan seksual.