Pengembalian kerugian keuangan negara oleh pelaku tindak pidana korupsi tidak serta merta menghapuskan pertanggungjawaban pidana yang harus dijalani. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang secara tegas menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak akan menghilangkan tuntutan pidana bagi pelaku korupsi.
Prinsip hukum ini menjadi relevan mengingat korupsi merupakan delik formil, yang berarti suatu perbuatan dianggap telah memenuhi unsur pidana ketika perbuatan tersebut dilakukan, tanpa harus menunggu timbulnya akibat atau kerugian. Dengan demikian, meskipun pelaku mengembalikan uang hasil korupsi, proses hukum pidana terhadap perbuatannya tetap harus dijalankan karena tindak pidana telah terjadi.
Temuan BPK: Kerugian Negara Capai Ratusan Juta Rupiah
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Lampung menemukan sejumlah indikasi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tahun anggaran 2024. Temuan tersebut tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kelebihan Pembayaran Biaya Perjalanan Dinas
BPK menemukan kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas senilai Rp127.381.453,00 yang tersebar di sembilan OPD. Rinciannya meliputi: Dinas PUPR sebesar Rp43,9 juta, Inspektorat Rp61,87 juta, Dinas PMPTSP Rp7,46 juta, BKPSDM Rp3,84 juta, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Rp2,73 juta, Dinas Perikanan Rp2,75 juta, Dinas Sosial Rp2,05 juta, Badan Kesbangpol Rp1,66 juta, dan Badan Pendapatan Daerah Rp1,13 juta.
Penyimpangan di Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan
Hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan retribusi pasar menunjukkan sejumlah permasalahan serius, antara lain pendataan potensi pasar yang belum dilakukan secara memadai, penunjukan pengelola pasar yang tidak sesuai ketentuan, serta adanya penerimaan retribusi yang belum disetorkan.
Pada kegiatan Pembangunan Pasar Tematik Wisata Lumbok Seminung Area Satu hingga Tujuh, ditemukan kekurangan volume, ketidaksesuaian spesifikasi, dan denda keterlambatan yang mencapai miliaran rupiah. Beberapa di antaranya:
- Area 1 (PT Berkat Anugerah Konstruksi): Kekurangan volume Rp397,07 juta dan denda keterlambatan Rp176,79 juta dari nilai kontrak Rp19,68 miliar
- Area 3 (PT Bajasa Manunggal Sejati): Kekurangan volume Rp411,12 juta, ketidaksesuaian spesifikasi Rp108,17 juta, dan denda keterlambatan Rp106,01 juta dari nilai kontrak Rp18,96 miliar
- Area 5 (PT Langgeng Abadi Madani): Kekurangan volume Rp445,22 juta dan denda keterlambatan Rp196,06 juta dari nilai kontrak Rp8,76 miliar
Pada belanja jasa konsultansi konstruksi pembangunan Pasar Tematik senilai Rp2,82 miliar, ditemukan personel yang tidak melaksanakan kewajiban pekerjaan sesuai jangka waktu kontrak.
Dugaan Penyelewengan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
BPK menemukan penyimpangan dalam penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah Provinsi (BOSP). Realisasi belanja BOSP sebesar Rp3,9 juta pada SDN 1 Liwa dan SDN 2 Liwa tidak sesuai peruntukan. Lebih serius lagi, ditemukan indikasi SPJ fiktif untuk belanja ATK, alat kelistrikan, dan peralatan kebersihan senilai Rp28,8 juta di empat sekolah dasar.
Dalam pengadaan 26 paket mebel sekolah, terungkap berbagai penyimpangan seperti tidak dilakukannya survei harga wajar, pengalihan subkontrak, indikasi pemecahan paket pekerjaan, tidak adanya pengawasan, serta metode kerja yang tidak sesuai spesifikasi teknis.
Pembangunan sarana dan prasarana sekolah juga mengalami kekurangan volume pekerjaan, di antaranya pada SMPN Sekuting Terpadu dan pembangunan pagar SMPN 3 Liwa yang dikerjakan CV Pitu Mokhi dengan nilai penawaran masing-masing sekitar Rp182 juta.
Kerugian di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah
Pada proyek pembangunan gedung perpustakaan senilai Rp9,75 miliar yang dikerjakan CV Putra Sarana Konstruksi dengan pengawas konsultan CV Auzora Mandiri Consultant senilai Rp383,4 juta, ditemukan kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp138,45 juta pada item beton, pasangan dinding, lantai, dan kusen. Selain itu, terdapat pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi senilai Rp112,94 juta pada item pengeboran dan pemasangan bored pile.
Indikasi Korupsi dan Langkah Hukum
Berbagai temuan tersebut mengindikasikan adanya pekerjaan yang tidak memenuhi spesifikasi teknis, pelaksanaan asal-asalan, penggelembungan volume pekerjaan, hingga penipuan dalam pelaporan pelaksanaan proyek. Dugaan adanya fee proyek dan SPJ fiktif semakin memperkuat indikasi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk menindaklanjuti temuan ini, diperlukan beberapa langkah konkret:
Audit Independen: Verifikasi menyeluruh oleh BPKP atau lembaga independen untuk mengevaluasi kualitas pekerjaan dan membandingkannya dengan dokumen kontrak.
Penyelidikan Hukum: Proses hukum untuk menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi, termasuk penyelidikan terhadap proses pengadaan dan kemungkinan kolusi atau konflik kepentingan.
Sanksi dan Pertanggungjawaban: Pihak-pihak yang terbukti terlibat harus dimintai pertanggungjawaban, baik secara administratif maupun pidana sesuai peraturan yang berlaku.
Dengan prinsip bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam penyimpangan pengelolaan anggaran ini dapat diproses sesuai hukum yang berlaku demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.








