“Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diingkari. Dan dalam konteks ini, keterlambatan bukan hanya soal waktu, tetapi juga tentang integritas sistem hukum itu sendiri“.
Tahun 2025 telah memasuki bulan Agustus, namun gema temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengelolaan keuangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Barat tahun anggaran 2024 masih bergema tanpa tindak lanjut yang memadai. Fenomena ini bukan sekadar kelambatan administratif, melainkan cerminan sistemik dari lemahnya komitmen penegakan hukum yang mengakar di institusi kejaksaan.
Kejaksaan Negeri Lampung Barat, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, justru menunjukkan sikap reaktif yang mengecewakan. Temuan BPK yang telah dipublikasikan sejak 23 Mei 2025 seolah menjadi angin lalu tanpa tindak lanjut konkret yang terukur. Pola ini mencerminkan kultur kelembagaan yang lebih mengutamakan rutinitas birokratis ketimbang substansi keadilan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Ironi mencuat ketika kita melihat keseriusan Kejari Lampung Barat dalam menangani kasus dana desa di Pekon Sumber Agung dengan nilai Rp230 juta, namun bersikap lamban terhadap dugaan irregularitas di sektor pendidikan yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam skala yang jauh lebih besar. Diskrepansi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah ada selektivitas dalam penegakan hukum berdasarkan magnitude politik atau kompleksitas jejaring kepentingan?
Lemahnya koordinasi antara BPK sebagai auditor eksternal dan Kejaksaan sebagai penegak hukum menciptakan celah impunitas yang lebar. Temuan audit yang seharusnya menjadi trigger mechanism untuk investigasi pidana, justru terhenti di meja kerja tanpa eskalasi yang proporsional. Sistem check and balances yang diharapkan dapat mencegah korupsi, malah menjadi labirin birokrasi yang memperlambat proses hukum.
Kelambanan ini tidak hanya soal waktu, tetapi juga tentang kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Masyarakat Lampung Barat yang telah lama menanti transparansi dalam pengelolaan anggaran pendidikan, kini dihadapkan pada realitas pahit bahwa mekanisme pengawasan yang ada hanya sebatas formalitas tanpa daya paksa yang efektif.
Ketiadaan konsekuensi hukum yang tegas menciptakan moral hazard di kalangan aparatur sipil negara. Pesan yang terkirim sangat jelas: temuan audit adalah prosedur rutin yang dapat diabaikan tanpa risiko sanksi pidana. Kondisi ini mendorong normalisasi deviasi dalam pengelolaan keuangan publik.
Dampak dari lemahnya penegakan hukum ini tidak sebatas kerugian finansial negara, tetapi juga degradasi kualitas layanan pendidikan di Kabupaten Lampung Barat. Dana yang seharusnya dioptimalkan untuk peningkatan infrastruktur dan kualitas pembelajaran, berpotensi tersasar pada praktik-praktik yang tidak akuntabel.
Kejaksaan Negeri Lampung Barat perlu melakukan institutional strengthening dalam bidang penanganan kasus korupsi, khususnya yang melibatkan sektor pendidikan. Investasi dalam pelatihan sumber daya manusia dan modernisasi sistem investigasi menjadi kebutuhan mendesak.
Diperlukan mekanisme pemantauan terpadu yang memungkinkan tracking progress penanganan temuan BPK secara real-time. Sistem ini harus dapat diakses publik untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas proses hukum.
Perlu dipertimbangkan penerapan sanksi administratif bagi pejabat kejaksaan yang lalai dalam menindaklanjuti temuan BPK dalam batas waktu yang telah ditetapkan. Accountability mechanism ini penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum tidak bergantung pada inisiatif individual semata.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi mendalam bagi Kejaksaan Negeri Lampung Barat untuk melakukan transformasi fundamental dalam pendekatan penegakan hukum. Publik tidak lagi toleran terhadap kelambanan yang berujung pada impunitas.
Penegakan hukum yang efektif bukan hanya soal menerapkan pasal-pasal pidana, tetapi juga tentang membangun kepercayaan publik bahwa sistem hukum bekerja dengan adil, cepat, dan akuntabel. Tanpa komitmen ini, cita-cita menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih akan selamanya menjadi slogan kosong tanpa substansi.
Saatnya Kejaksaan Negeri Lampung Barat membuktikan bahwa institusi penegak hukum tidak hanya pandai berbicara tentang keadilan, tetapi juga mampu mengejawantahkannya dalam tindakan nyata yang berpihak pada kepentingan rakyat.